PSAK 24

Daftar Isi

PSAK 24 merupakan Standar Akuntansi Keuangan yang memberikan pedoman bagi perusahaan dalam mencatat, mengukur, dan melaporkan imbalan kerja yang diberikan kepada karyawan. Standar ini mencakup imbalan baik yang diberikan langsung oleh perusahaan maupun melalui pihak ketiga. Dewan Standar Akuntansi Keuangan melakukan penyesuaian pada PSAK 24 pada 27 Agustus 2014 untuk menjaga relevansinya dengan praktik akuntansi global. PSAK 24 berlaku untuk semua jenis imbalan kerja, kecuali imbalan yang berbasis saham yang diatur dalam PSAK 53.

Tujuan utama PSAK 24 adalah mengatur akuntansi dan pengungkapan imbalan kerja, dengan mengharuskan perusahaan mengakui liabilitas untuk imbalan kerja ketika karyawan telah memberikan jasa dan berhak atas imbalan di masa depan. Standar ini juga mewajibkan pencatatan beban saat perusahaan memperoleh manfaat ekonomi dari jasa yang diberikan karyawan.

PSAK 24 diadopsi oleh berbagai entitas bisnis, termasuk perusahaan publik, asuransi, perbankan, BUMN, dan perusahaan dana pensiun, terutama yang terdaftar atau dalam proses pendaftaran di pasar modal. Standar ini berperan penting dalam memastikan transparansi dan akurasi dalam pelaporan keuangan terkait imbalan kerja, membantu perusahaan mengelola kewajiban finansial mereka terhadap karyawan secara efisien dan akuntabel.

Menerapkan PSAK 24 memberikan berbagai manfaat penting bagi perusahaan dari berbagai perspektif, termasuk HR, Keuangan dan Akuntansi, serta aspek Legal. Berikut ini adalah ringkasan dari alasan-alasan penting untuk menerapkan PSAK 24:

Penerapan pada HR (Human Resources)

  1. Pengelolaan Imbalan Kerja yang Efektif: Memudahkan perusahaan dalam merencanakan dan mengelola biaya terkait imbalan kerja seperti pensiun, asuransi kesehatan, dan bonus secara efektif dan akurat.
  2. Perencanaan Keuangan Jangka Panjang: Membantu dalam perencanaan keuangan jangka panjang, terutama dalam mengelola kewajiban imbalan kerja, yang penting untuk keberlanjutan keuangan perusahaan.
  3. Transparansi dan Kepuasan Karyawan: Menyediakan transparansi dalam pengelolaan imbalan kerja, meningkatkan kepercayaan dan kepuasan karyawan, yang berdampak positif pada retensi dan daya tarik perusahaan.

 

Penerapan pada Finance & Accounting

  1. Prinsip Akuntansi Accrual Basis: Mengakui transaksi dan peristiwa ekonomi pada saat terjadinya, memastikan bahwa kewajiban imbalan kerja dicatat secara akurat sesuai dengan waktu pemberian layanan oleh karyawan.
  2. Tidak Ada Kewajiban yang Tersembunyi: Memastikan bahwa semua kewajiban imbalan kerja terungkap dengan jelas dalam laporan keuangan, mencerminkan posisi keuangan yang sebenarnya dari perusahaan.
  3. Berkaitan dengan Arus Kas: Membantu dalam mengelola dampak pembayaran imbalan kerja terhadap laba dan arus kas perusahaan, memastikan stabilitas keuangan jangka panjang.

 

Penerapan pada Legal

  1. Kepatuhan Terhadap Regulasi Pelaporan Keuangan: Memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar akuntansi yang berlaku, menghindari pelanggaran regulasi dan sanksi hukum.
  2. Ketepatan dan Konsistensi Pelaporan: Menjamin keakuratan dan konsistensi dalam pelaporan kewajiban dan biaya imbalan kerja, penting untuk audit dan penilaian hukum.
  3. Mengurangi Risiko Sengketa Hukum: Dengan pelaporan yang akurat sesuai PSAK 24, perusahaan dapat mengurangi risiko sengketa hukum yang berkaitan dengan imbalan kerja.

 

PSAK 24 memainkan peran kritis dalam memperkuat kualitas laporan keuangan dan memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan dan pemangku kepentingannya. Berikut adalah rincian lebih lanjut tentang manfaat PSAK 24 dan jenis imbalan kerja yang diatur oleh standar ini:

Manfaat PSAK 24

  1. Meningkatkan Keterbandingan dan Transparansi Laporan Keuangan: PSAK 24 menyediakan kerangka kerja yang konsisten untuk pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian imbalan kerja, yang meningkatkan transparansi dan memudahkan pembandingan laporan keuangan antar perusahaan.
  2. Menguntungkan Investor, Kreditor, dan Pemangku Kepentingan Lainnya: Dengan laporan keuangan yang lebih jelas dan dapat dibandingkan, investor dan kreditor dapat membuat keputusan yang lebih tepat berdasarkan informasi yang andal. Ini juga membantu pemangku kepentingan lainnya dalam memahami komitmen keuangan perusahaan terkait imbalan kerja.

 

Imbalan Kerja sesuai PSAK 24

PSAK 24 mengatur pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian berbagai jenis imbalan kerja, yang mencakup:

  1. Imbalan Kerja Jangka Pendek: Imbalan ini termasuk gaji, upah, bonus, dan imbalan lain yang jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode di mana karyawan memberikan layanan terkait.
  2. Imbalan Pasca Kerja: Mencakup manfaat seperti pensiun, yang dibayarkan setelah selesainya masa kerja karyawan. PSAK 24 menuntut pengakuan dan pengukuran kewajiban serta biaya terkait ini dengan cara yang mencerminkan nilai sebenarnya dari manfaat yang akan dibayarkan.
  3. Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya: Termasuk imbalan yang tidak diharapkan untuk diselesaikan dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode di mana karyawan bekerja untuk memperolehnya. Contohnya termasuk cuti jangka panjang, jaminan kesehatan pascapensiun, dan manfaat serupa.
  4. Pesangon Pemutusan Kerja: PSAK 24 mengatur tentang pengakuan dan pengukuran pesangon yang diberikan pada saat pemutusan hubungan kerja. Ini mencakup kewajiban yang timbul baik dari pemutusan kerja secara sukarela maupun tidak sukarela.

 

Berdasarkan informasi dari PSAK 24 revisi 2014, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan imbalan kerja merupakan aspek penting yang harus dikelola dengan hati-hati oleh perusahaan. Berikut adalah ringkasan dari berbagai kategori imbalan kerja menurut PSAK 24:

Imbalan Kerja Jangka Pendek

Imbalan Kerja Jangka Pendek sesuai dengan PSAK 24, proses pengakuan dan pengukuran, serta kebijakan pengungkapan, dirinci sebagai berikut:

Pengakuan dan Pengukuran

  1. Pengakuan Sebagai Liabilitas atau Aset:
    • Ketika karyawan telah memberikan jasanya dalam suatu periode akuntansi, perusahaan mengakui jumlah yang tidak terdiskonto dari imbalan kerja jangka pendek yang diharapkan akan dibayar sebagai balas jasa.
    • Jika jumlah yang telah dibayar oleh perusahaan melebihi jumlah yang tidak terdiskonto dari imbalan tersebut, kelebihan ini diakui sebagai aset (beban dibayar di muka). Hal ini berlaku ketika pembayaran tersebut diperkirakan akan menimbulkan pengurangan pembayaran di masa depan atau pengembalian kas.
  2. Pengakuan Sebagai Beban: Imbalan tersebut diakui sebagai beban, kecuali jika Standar Akuntansi Keuangan (SAK) lain mensyaratkan atau mengizinkan imbalan tersebut untuk dimasukkan dalam biaya perolehan aset.

 

Pengungkapan

Kebijakan Pengungkapan: PSAK 24 tidak mensyaratkan pengungkapan spesifik mengenai imbalan kerja jangka pendek. Namun, standar akuntansi lainnya mungkin memerlukan pengungkapan tersebut. Hal ini berarti bahwa perusahaan perlu memeriksa apakah ada kebutuhan pengungkapan berdasarkan SAK yang relevan lainnya.

Penerapan prinsip-prinsip ini dalam PSAK 24 memastikan bahwa perusahaan mengakui dan mengukur imbalan kerja jangka pendek secara akurat, yang mencerminkan kewajiban dan aset mereka dengan benar dalam laporan keuangan. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan transparansi dan informasi yang memadai bagi pemangku kepentingan dalam menilai posisi keuangan dan operasional perusahaan.

 

Imbalan Pasca Kerja

PSAK 24 menetapkan pedoman yang jelas mengenai pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan imbalan pasca kerja, yang terbagi menjadi dua kategori utama: Iuran Pasti dan Imbalan Pasti. Berikut ini adalah ringkasan dari pedoman tersebut:

Imbalan Pasca Kerja: Iuran Pasti

  1. Pengakuan dan Pengukuran:
    • Ketika karyawan telah memberikan jasanya, perusahaan mengakui iuran yang terutang kepada program iuran pasti sebagai liabilitas (beban akrual).
    • Jika iuran yang telah dibayar melebihi iuran yang terutang untuk jasa sebelum akhir periode pelaporan, kelebihan tersebut diakui sebagai aset (beban dibayar di muka).
    • Iuran tersebut diakui sebagai beban, kecuali jika PSAK lain mensyaratkan atau mengizinkan iuran tersebut untuk dimasukkan dalam biaya perolehan aset.
  2. Pengungkapan Iuran Pasti: Perusahaan diwajibkan mengungkapkan jumlah yang diakui sebagai beban untuk program iuran pasti.

 

Imbalan Pasca Kerja: Imbalan Pasti

  1. Pengakuan dan Pengukuran:
    • Perusahaan mengakui komponen biaya imbalan pasti (kecuali jika SAK lain mensyaratkan atau mengizinkan sebagai biaya perolehan aset) yang meliputi:
      • Biaya jasa dalam laba rugi.
      • Bunga neto atas liabilitas atau aset imbalan pasti neto dalam laba rugi.
      • Pengukuran kembali liabilitas atau aset imbalan pasti neto dalam penghasilan komprehensif lain.
  2. Pengungkapan Imbalan Pasti:
    • Perusahaan diwajibkan mengungkapkan informasi yang:
      • Menjelaskan karakteristik dan risiko program imbalan pasti.
      • Mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah yang timbul dari program imbalan pasti dalam laporan keuangan.
      • Menjelaskan bagaimana program imbalan pasti berdampak terhadap jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas perusahaan di masa depan.

 

Pengaturan ini memastikan bahwa perusahaan menyediakan transparansi dan akurasi dalam pengakuan dan pengukuran imbalan pasca kerja. Hal ini membantu pemangku kepentingan memahami komitmen keuangan jangka panjang perusahaan dan bagaimana komitmen tersebut mempengaruhi posisi keuangannya. Pengungkapan yang teliti juga membantu dalam menilai risiko keuangan yang terkait dengan program imbalan pasti, memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kesehatan keuangan perusahaan.

 

Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya sesuai dengan PSAK 24, terdapat pedoman spesifik mengenai pengakuan, pengukuran, dan kebijakan pengungkapan. Berikut ini adalah ringkasan dari pedoman tersebut:

Pengakuan dan Pengukuran

  1. Pengakuan dalam Laporan Laba Rugi:
    • Perusahaan diwajibkan mengakui total nilai neto dari komponen berikut dalam laporan laba rugi:
      • Biaya Jasa: Biaya yang berkaitan dengan layanan yang diberikan oleh karyawan selama periode pelaporan.
      • Biaya Bunga Neto: Biaya bunga atas liabilitas atau aset imbalan pasti neto.
      • Pengukuran Kembali Liabilitas atau Aset Imbalan Pasti Neto: Perubahan nilai liabilitas atau aset imbalan pasti neto yang muncul dari penilaian ulang.
  2. Kecuali jika SAK Lain Mensyaratkan atau Mengizinkan: Jumlah-jumlah ini diakui kecuali jika Standar Akuntansi Keuangan lain mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut untuk termasuk dalam biaya perolehan aset.

 

Pengungkapan

Tidak Ada Pengungkapan Spesifik oleh PSAK 24: PSAK 24 tidak mensyaratkan pengungkapan spesifik untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi lain mungkin mensyaratkan pengungkapan spesifik tersebut.

Penerapan ini memastikan bahwa perusahaan memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang kewajiban dan aset yang berkaitan dengan imbalan kerja jangka panjang lainnya dalam laporan keuangannya. Ketiadaan kebutuhan pengungkapan spesifik dalam PSAK 24 untuk imbalan jenis ini menunjukkan fleksibilitas dalam pelaporan, tetapi perusahaan harus tetap waspada terhadap kebutuhan pengungkapan berdasarkan standar akuntansi lain yang relevan.

 

Pesangon Pemutusan Kerja

Dalam PSAK 24, pengakuan, pengukuran, dan kebijakan pengungkapan untuk Pesangon Pemutusan Kerja diatur dengan cara berikut:

Pengakuan Pesangon Pemutusan Kerja

Waktu Pengakuan Liabilitas dan Beban: Perusahaan diwajibkan untuk mengakui liabilitas dan beban pesangon pada tanggal yang lebih awal antara dua kondisi berikut:

  • Saat perusahaan tidak dapat lagi menarik tawaran atas imbalan pesangon.
  • Saat perusahaan mengakui biaya restrukturisasi yang berada dalam ruang lingkup PSAK 57 dan melibatkan pembayaran pesangon.

 

Pengukuran Pesangon

  1. Pengukuran pada Pengakuan Awal dan Perubahan Selanjutnya:
    • Pesangon diukur pada saat pengakuan awal.
    • Perubahan selanjutnya dalam liabilitas pesangon diakui sesuai dengan sifat imbalan kerja.
  2. Ketentuan Berdasarkan Durasi Penyelesaian Pesangon:
    • Jika pesangon diharapkan akan diselesaikan seluruhnya dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan dimana pesangon diakui, maka perusahaan menerapkan persyaratan untuk imbalan kerja jangka pendek.
    • Jika pesangon tidak diharapkan untuk diselesaikan seluruhnya dalam waktu dua belas bulan, maka perusahaan menerapkan persyaratan untuk imbalan kerja jangka panjang lain.

 

Pengungkapan

Tidak Ada Pengungkapan Spesifik oleh PSAK 24: PSAK 24 tidak mensyaratkan pengungkapan yang spesifik mengenai pesangon pemutusan kerja. Namun, seperti halnya imbalan kerja jangka panjang lain, standar akuntansi lain mungkin mensyaratkan pengungkapan spesifik.

Pedoman ini memastikan bahwa perusahaan mengakui dan mengukur pesangon pemutusan kerja dengan tepat, mencerminkan kewajiban dan beban perusahaan dengan benar dalam laporan keuangan. Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kondisi spesifik yang terkait dengan pengakuan dan pengukuran pesangon serta memastikan kepatuhan terhadap standar akuntansi lain yang relevan berkaitan dengan pengungkapan informasi terkait.

 

Contoh Implementasi Imbalan Kerja

Imbalan kerja jangka pendek

Di PT XYZ, imbalan kerja jangka pendek merupakan bagian penting dari strategi kompensasi karyawan. Imbalan ini mencakup komponen seperti gaji, bonus, dan cuti tahunan yang dibayar. Pada tahun 2023, PT XYZ menetapkan total anggaran gaji dan bonus sebesar Rp500 juta, sebuah angka yang mencerminkan komitmen mereka terhadap kesejahteraan karyawan.

Saat kita memasuki akhir tahun, tepatnya tanggal 31 Desember 2023, tercatat bahwa PT XYZ telah merealisasikan pembayaran sebesar Rp450 juta dari anggaran tersebut. Dalam praktik akuntansi, situasi ini menciptakan sebuah liabilitas, yakni selisih antara total anggaran dan realisasi pembayaran, yang dalam kasus ini adalah Rp50 juta. Liabilitas ini diakui dalam laporan keuangan sebagai ‘Beban Gaji dan Bonus’, mencerminkan kewajiban PT XYZ kepada karyawannya. Secara paralel, jumlah ini juga tercatat sebagai ‘Liabilitas Gaji dan Bonus’ dalam laporan posisi keuangan, menegaskan posisi keuangan perusahaan terkait kewajiban jangka pendeknya.

Memasuki awal tahun 2024, PT XYZ melakukan langkah proaktif dengan membayar gaji bulan Januari 2024, sejumlah Rp100 juta, lebih awal. Pembayaran ini dianggap sebagai pembayaran di muka, mengurangi beban pembayaran gaji di bulan-bulan berikutnya. Dalam laporan posisi keuangan, pembayaran ini diakui sebagai ‘Beban Dibayar di Muka’, sebuah aset yang menunjukkan bahwa PT XYZ telah melakukan pembayaran terhadap kewajiban mendatang.

Meskipun Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 24) tidak secara eksplisit mengharuskan pengungkapan rinci tentang imbalan kerja jangka pendek, PT XYZ memilih untuk memasukkan informasi ini dalam catatan atas laporan keuangannya. Ini mencakup total gaji dan bonus yang diakui sebagai beban untuk tahun 2023, serta detail tentang liabilitas dan aset yang terkait. Langkah ini bukan hanya memenuhi standar transparansi, tetapi juga memberikan gambaran yang jelas kepada pemangku kepentingan tentang bagaimana PT XYZ mengelola kompensasi karyawannya.

Dalam laporan keuangan, beban gaji dan bonus untuk tahun 2023 diakui sebesar Rp500 juta dalam laporan laba rugi. Sementara itu, laporan posisi keuangan mencatat liabilitas gaji dan bonus sebesar Rp50 juta per 31 Desember 2023, dan aset untuk beban dibayar di muka sebesar Rp100 juta per awal Januari 2024. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keakuratan akuntansi, tetapi juga membantu PT XYZ dalam mengelola arus kas dan komitmen finansialnya secara efisien.

 

Imbalan Pasca Kerja Program Iuran Pasti

PT ABC mengadopsi program pensiun iuran pasti bagi karyawannya, dimana perusahaan berkewajiban membayar iuran ke dana pensiun berdasarkan persentase tertentu dari gaji karyawan. Ini merupakan langkah strategis untuk menjamin kesejahteraan karyawan setelah masa pensiun tiba.

Selama tahun 2023, PT ABC menghitung total iuran pensiun yang harus dibayarkan ke dana pensiun adalah sebesar Rp200 juta. Hingga akhir tahun, yaitu 31 Desember 2023, perusahaan telah berhasil membayar Rp150 juta dari jumlah tersebut. Akuntansi PT ABC kemudian mencatat sebuah liabilitas, yang dalam hal ini adalah selisih antara jumlah iuran yang dihitung (Rp200 juta) dan jumlah yang telah dibayarkan (Rp150 juta), yaitu sebesar Rp50 juta. Liabilitas ini diakui dalam laporan laba rugi sebagai “Beban Iuran Pasti” dan secara paralel juga dicatat sebagai “Liabilitas Iuran Pasti” dalam laporan posisi keuangan.

Memasuki tahun 2024, PT ABC melakukan pembayaran tambahan iuran pensiun sebesar Rp60 juta. Namun, setelah dilakukan penyesuaian, total iuran yang seharusnya dibayarkan untuk tahun 2023 ternyata hanya Rp180 juta, bukan Rp200 juta seperti perhitungan awal. Ini berarti PT ABC telah membayar lebih dari yang seharusnya, yaitu Rp210 juta. Kelebihan pembayaran sebesar Rp30 juta (Rp210 juta – Rp180 juta) ini kemudian diakui sebagai “Aset (Beban Dibayar di Muka)” dalam laporan posisi keuangan.

Dalam laporan keuangannya, PT ABC memberikan pengungkapan detail tentang situasi ini. Dalam catatan atas laporan keuangan, mereka mengungkapkan total iuran untuk program pensiun iuran pasti yang diakui sebagai beban untuk tahun 2023 adalah Rp180 juta, serta kelebihan pembayaran yang diakui sebagai aset, yaitu Rp30 juta.

Dalam penyajiannya, laporan laba rugi PT ABC menunjukkan beban iuran pasti sebesar Rp180 juta. Sementara itu, laporan posisi keuangan mencatat liabilitas iuran pasti sebesar Rp50 juta (per 31 Desember 2023) dan aset sebesar Rp30 juta, yang merupakan kelebihan pembayaran per awal 2024.

Kasus PT ABC ini menggambarkan pentingnya keakuratan dalam pengelolaan dan pencatatan imbalan pasca kerja. Hal ini tidak hanya mempengaruhi laporan keuangan perusahaan, tetapi juga menunjukkan komitmen PT ABC terhadap kesejahteraan jangka panjang karyawannya.

 

Imbalan Pasca Kerja Program Imbalan Pasti

PT XYZ memiliki program pensiun imbalan pasti yang dirancang untuk memberikan kepastian finansial kepada karyawannya setelah masa pensiun. Program ini mengkalkulasikan manfaat pensiun berdasarkan gaji terakhir dan jumlah tahun kerja karyawan, sebuah skema yang menawarkan kejelasan dan stabilitas bagi karyawan dalam merencanakan masa depan mereka.

Situasi 1: Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Pasti

  • Untuk tahun 2023, PT XYZ menghitung biaya jasa tahunan untuk program imbalan pasti ini sebesar Rp300 juta, berdasarkan perhitungan aktuaria. Perhitungan ini mencerminkan biaya tahunan perusahaan untuk memenuhi janji manfaat pensiun di masa depan.
  • Bunga neto atas liabilitas imbalan pasti neto dihitung sebagai selisih antara bunga atas liabilitas imbalan pasti dan aset program pensiun. Pada tahun 2023, jumlahnya dihitung sebesar Rp50 juta, yang mencerminkan beban keuangan tambahan yang timbul dari program pensiun.
  • Pengukuran kembali liabilitas imbalan pasti neto terjadi karena perubahan dalam asumsi aktuaria dan perbedaan antara nilai aset program pensiun aktual dan yang diharapkan. Pada tahun 2023, perubahan ini bernilai Rp80 juta, yang mencerminkan penyesuaian terhadap perubahan kondisi atau estimasi keuangan.

 

Situasi 2: Pengungkapan Imbalan Pasti

  • Dalam catatan atas laporan keuangannya, PT XYZ memberikan rincian tentang program pensiun imbalan pasti, menjelaskan formula penghitungan manfaat pensiun, dan mengidentifikasi risiko terkait seperti risiko aktuaria dan investasi.
  • Perusahaan juga mengungkapkan total biaya jasa tahunan (Rp300 juta), bunga neto (Rp50 juta), dan pengukuran kembali (Rp80 juta), memberikan gambaran yang lengkap tentang kewajiban dan biaya program pensiun.
  • PT XYZ juga menjelaskan bagaimana program pensiun ini berdampak terhadap arus kas masa depan, termasuk jumlah, waktu, dan ketidakpastian pembayaran yang terkait.

 

Penyajian dalam Laporan Keuangan

  • Dalam laporan laba rugi, biaya jasa tahunan dan bunga neto atas liabilitas imbalan pasti neto diakui sebagai beban, mencerminkan biaya tahunan yang terkait dengan program pensiun.
  • Pengukuran kembali liabilitas imbalan pasti neto diakui dalam penghasilan komprehensif lain, memberikan gambaran tentang penyesuaian terhadap nilai aset dan liabilitas program pensiun berdasarkan kondisi pasar dan asumsi aktuaria.

 

Implementasi program pensiun imbalan pasti oleh PT XYZ menunjukkan upaya perusahaan dalam memberikan kepastian manfaat pensiun kepada karyawannya, sekaligus menunjukkan kompleksitas pengelolaan dan pencatatan akuntansi yang terkait dengan jenis program pensiun ini.

 

Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

PT XYZ, sebuah perusahaan yang berkomitmen terhadap kesejahteraan karyawan jangka panjangnya, menawarkan imbalan kerja jangka panjang seperti cuti jangka panjang yang dapat dikumpulkan dan digunakan di masa depan atau dibayar pada akhir masa kerja. Ini merupakan bentuk imbalan yang unik, memberikan fleksibilitas dan keamanan bagi karyawan dalam merencanakan masa depan mereka.

Situasi 1: Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

  • PT XYZ melakukan perhitungan aktuaria untuk menghitung liabilitas terkait cuti jangka panjang yang dapat dikumpulkan. Untuk tahun 2023, biaya jasa yang terkait dengan imbalan ini dihitung sebesar Rp200 juta, mencerminkan nilai saat ini dari kewajiban masa depan yang terkait dengan cuti tersebut.
  • Bunga neto atas liabilitas imbalan pasti neto untuk cuti jangka panjang juga dihitung, dengan jumlahnya untuk tahun 2023 adalah sekitar Rp20 juta. Ini mencerminkan biaya tambahan yang timbul akibat perbedaan waktu antara pembentukan liabilitas dan realisasi pembayaran.
  • Pengukuran kembali liabilitas imbalan pasti neto yang terjadi karena perubahan dalam asumsi aktuaria atau perbedaan antara aset program aktual dan yang diharapkan dihitung senilai Rp30 juta, menggambarkan penyesuaian terhadap perubahan kondisi atau estimasi finansial.

 

Situasi 2: Pengungkapan Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

  • Walaupun Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 24) tidak secara eksplisit mengharuskan pengungkapan terperinci untuk jenis imbalan ini, PT XYZ memilih untuk memberikan informasi terperinci dalam catatan atas laporan keuangannya untuk meningkatkan transparansi.
  • Perusahaan mengungkapkan total biaya jasa, bunga neto atas liabilitas, dan pengukuran kembali yang diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi.
  • Selain itu, PT XYZ juga mengungkapkan bagaimana imbalan kerja jangka panjang ini mungkin mempengaruhi jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas perusahaan di masa depan, memberikan wawasan lebih lanjut tentang implikasi keuangan jangka panjang dari imbalan ini.

 

Penyajian dalam Laporan Keuangan

Dalam laporan laba rugi, biaya jasa tahunan, bunga neto atas liabilitas imbalan pasti neto, dan pengukuran kembali yang terkait dengan imbalan kerja jangka panjang lainnya diakui sebagai beban. Ini mencerminkan biaya aktual yang timbul dari penyediaan imbalan ini kepada karyawan.

Implementasi dan pencatatan akuntansi imbalan kerja jangka panjang lainnya oleh PT XYZ menunjukkan upaya perusahaan dalam menyediakan kompensasi yang komprehensif dan berkelanjutan untuk karyawannya, sekaligus memastikan pengelolaan dan transparansi keuangan yang tepat.

 

Pesangon

PT XYZ, sebuah perusahaan di sektor manufaktur, menghadapi sebuah fase restrukturisasi yang melibatkan pemutusan hubungan kerja dengan sebagian karyawannya. Sebagai bagian dari proses ini, perusahaan bertanggung jawab untuk pembayaran pesangon kepada karyawan yang terdampak.

Situasi 1: Pengakuan Pesangon

  • Pada tanggal 1 Juli 2023, PT XYZ mengumumkan rencana restrukturisasi, termasuk rincian mengenai pemutusan hubungan kerja. Penting untuk dicatat bahwa setelah pengumuman, PT XYZ tidak memiliki opsi untuk menarik tawaran pesangon tersebut.
  • Sejalan dengan prinsip akuntansi, PT XYZ mengakui liabilitas dan beban pesangon pada tanggal pengumuman rencana restrukturisasi, yaitu 1 Juli 2023. Ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap karyawan yang terdampak, sekaligus menunjukkan kejelasan dalam pengelolaan keuangannya.

 

Situasi 2: Pengukuran Pesangon

  • PT XYZ menghitung total pesangon yang harus dibayarkan sebesar Rp500 juta.
  • Pengukuran Awal: Pada tanggal pengumuman, jumlah total Rp500 juta diakui sebagai liabilitas dan beban. Hal ini sesuai dengan prinsip akuntansi yang mewajibkan pengakuan kewajiban dan beban pada saat kewajiban tersebut timbul.
  • Rencana PT XYZ untuk menyelesaikan pembayaran pesangon dalam waktu 6 bulan mengklasifikasikannya sebagai imbalan kerja jangka pendek dalam konteks akuntansi.

 

Situasi 3: Pengungkapan Pesangon

  • Walaupun Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 24) tidak mengharuskan pengungkapan spesifik terkait pesangon, PT XYZ memilih untuk memberikan transparansi melalui catatan atas laporan keuangannya.
  • Perusahaan mengungkapkan jumlah total pesangon yang diakui sebagai beban, serta informasi tentang rencana restrukturisasi dan dampaknya terhadap karyawan dan operasi perusahaan.

 

Penyajian dalam Laporan Keuangan

  • Laporan Laba Rugi: Beban pesangon sebesar Rp500 juta diakui pada periode restrukturisasi, mencerminkan biaya yang terkait langsung dengan keputusan restrukturisasi.
  • Laporan Posisi Keuangan: Liabilitas pesangon sebesar Rp500 juta diakui pada tanggal pengumuman, memastikan bahwa kewajiban perusahaan tercatat secara akurat dalam laporan keuangannya.

 

Kasus PT XYZ ini menyoroti pentingnya pengakuan dan pengukuran yang tepat untuk pesangon dalam konteks restrukturisasi perusahaan. Langkah ini tidak hanya memenuhi kewajiban hukum dan etika terhadap karyawan yang terdampak, tetapi juga memastikan keakuratan dan transparansi dalam laporan keuangan perusahaan.

 

Atribusi Imbalan Kerja

Dalam praktik akuntansi yang diatur oleh PSAK 24, proses atribusi imbalan kerja sangat penting untuk memastikan akurasi pencatatan biaya dan kewajiban imbalan kerja, termasuk pensiun, dalam laporan keuangan. Proses ini melibatkan pengidentifikasian dan pendistribusian biaya imbalan kerja ke periode ketika manfaat tersebut diperoleh oleh karyawan, sehingga biaya yang diakui dalam laporan keuangan mencerminkan periode akumulasi manfaat oleh karyawan.

Menanggapi IFRIC Agenda Decision: IAS 19 Employee Benefits – Attributing Benefit to Periods of Service pada 2022, DSAK IAI memberikan penjelasan lebih lanjut tentang pengatribusian imbalan pada periode jasa, terutama dalam konteks program pensiun yang sesuai dengan peraturan Indonesia. Meskipun tidak mengubah persyaratan PSAK 24, siaran pers ini membantu perusahaan dalam penerapan standar ini secara konsisten dan akurat, terutama dalam situasi kompleks yang berkaitan dengan atribusi imbalan kerja.

PSAK 24, khususnya di paragraf 70-74, menjelaskan bahwa perusahaan harus mengatribusikan imbalan ke periode jasa berdasarkan formula imbalan program. Paragraf 72 membahas konsep kewajiban konstruktif, di mana jasa karyawan sebelum tanggal vesting menimbulkan kewajiban bagi perusahaan. Misalnya, dalam situasi usia pensiun 58 tahun, kewajiban konstruktif untuk imbalan pensiun mulai timbul saat karyawan mencapai usia tertentu, seperti 34 tahun.

Penerapan prinsip-prinsip PSAK 24 memungkinkan perusahaan menghitung dan mencatat kewajiban serta biaya terkait imbalan kerja dengan adil dan akurat, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangan. Ini memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pemangku kepentingan, termasuk investor dan regulator, tentang kewajiban finansial jangka panjang perusahaan dan dampaknya terhadap kinerja keuangan masa depan.

 

Implementasi pada Laporan Keuangan

Dalam konteks PSAK 24, pengakuan dan penyajian liabilitas imbalan kerja dalam laporan posisi keuangan atau neraca merupakan aspek penting untuk memastikan bahwa perusahaan menyediakan informasi yang transparan dan akurat tentang kewajiban finansialnya terkait imbalan kerja kepada karyawan. Berikut adalah pengembangan lebih lanjut mengenai bagaimana liabilitas ini diimplementasikan dalam neraca:

Pengakuan Liabilitas

Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Pendek:
  • Imbalan jangka pendek termasuk elemen seperti bonus dan cuti tahunan.
  • Liabilitas ini diakui saat karyawan telah memberikan jasanya yang menghasilkan hak atas imbalan tersebut.
  • Dalam neraca, liabilitas ini dicatat sebagai liabilitas jangka pendek, mencerminkan kewajiban yang diharapkan diselesaikan dalam siklus operasi normal perusahaan.

 

Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang:
  • Imbalan jangka panjang meliputi imbalan pasca kerja, seperti program pensiun.
  • Liabilitas ini diakui ketika karyawan memberikan jasanya yang meningkatkan hak mereka atas imbalan di masa depan.
  • Liabilitas ini diukur pada nilai kini dari kewajiban imbalan kerja yang diharapkan, menggunakan metode aktuarial.
  • Dalam neraca, liabilitas ini dicatat sebagai liabilitas jangka panjang, mengindikasikan kewajiban yang tidak diharapkan diselesaikan dalam waktu dekat.

 

Pengukuran Liabilitas

Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti:

  • Pengukuran ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor seperti tingkat diskonto, asumsi demografi karyawan, dan asumsi keuangan.
  • Perubahan dalam liabilitas, akibat perubahan asumsi aktuarial, diakui dalam laba rugi atau penghasilan komprehensif lain.

 

Penyajian dalam Neraca
  • Penyajian Terpisah:
    • Liabilitas imbalan kerja jangka pendek dan jangka panjang harus disajikan secara terpisah dalam neraca.
    • Jika liabilitas imbalan kerja jangka panjang melebihi aset program terkait, selisihnya disajikan sebagai liabilitas neto.
  • Catatan Atas Laporan Keuangan: Informasi detail tentang liabilitas imbalan kerja, termasuk kebijakan akuntansi, asumsi aktuarial, dan komponen biaya pensiun, harus disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.

 

Contoh Kasus dalam Neraca
  • Liabilitas Jangka Pendek: Misalnya, entri “Liabilitas Bonus” dalam neraca sebesar Rp100 juta, mencerminkan kewajiban perusahaan kepada karyawan untuk bonus yang telah diakru.
  • Liabilitas Jangka Panjang: Misalnya, entri “Liabilitas Pensiun Manfaat Pasti” sebesar Rp2 miliar, menunjukkan kewajiban perusahaan untuk program pensiun manfaat pasti yang diharapkan dibayarkan di masa depan.

 

Liabilitas pajak tangguhan

Implementasi liabilitas pajak tangguhan dalam konteks PSAK 24 pada neraca laporan keuangan memang sangat relevan, terutama dalam mengakomodasi perbedaan waktu antara pengakuan beban imbalan kerja untuk tujuan akuntansi dan tujuan pajak. Berikut adalah pengembangan lebih lanjut dari penjelasan Anda tentang liabilitas pajak tangguhan:

Penyebab Liabilitas Pajak Tangguhan
  • Liabilitas pajak tangguhan muncul karena adanya perbedaan temporer antara perlakuan akuntansi dan pajak atas imbalan kerja, termasuk imbalan pasca-kerja seperti pensiun.
  • Perbedaan ini seringkali terjadi ketika beban imbalan kerja diakui lebih awal atau lebih lambat untuk tujuan akuntansi dibandingkan dengan pengakuan untuk tujuan pajak. Contohnya, biaya pensiun yang diakui sekarang dalam akuntansi mungkin hanya dapat dikurangkan dari pajak ketika pembayaran aktual dilakukan.

 

Pengakuan Liabilitas Pajak Tangguhan

Perhitungan Liabilitas:

  • Liabilitas pajak tangguhan dihitung berdasarkan perbedaan temporer antara nilai buku aset atau liabilitas dalam laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya.
  • Tarif pajak yang berlaku atau yang substansial telah diumumkan digunakan dalam perhitungan ini.

 

Penyajian dalam Neraca
  • Liabilitas pajak tangguhan dicatat sebagai liabilitas dalam neraca.
  • Jika terdapat aset pajak tangguhan yang dapat mengimbangi liabilitas tersebut, yang dilaporkan adalah selisih bersih antara aset dan liabilitas pajak tangguhan.
  • Liabilitas pajak tangguhan harus disajikan secara terpisah dari aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak kini.

 

Catatan Atas Laporan Keuangan

Informasi mengenai dasar pengakuan liabilitas pajak tangguhan, tarif pajak yang digunakan, serta sifat perbedaan temporer yang menyebabkannya, biasanya dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.

Contoh Kasus dalam Neraca

Contoh: Misalkan, PT. XYZ mengakui liabilitas pensiun manfaat pasti sebesar Rp500 juta untuk tujuan akuntansi pada tahun 2023. Namun, perusahaan belum dapat mengklaim pengurangan pajak atas jumlah tersebut sampai pembayaran dilakukan. Dengan tarif pajak sebesar 25%, liabilitas pajak tangguhan yang diakui di neraca adalah 25% dari Rp500 juta, yaitu Rp125 juta.

Melalui pencatatan liabilitas pajak tangguhan ini, neraca laporan keuangan PT. XYZ secara akurat mencerminkan kewajiban pajak yang akan timbul di masa depan akibat perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak atas imbalan kerja. Hal ini memberikan gambaran yang lebih jelas dan transparan mengenai posisi keuangan perusahaan, serta membantu dalam perencanaan pajak dan manajemen keuangan perusahaan. Liabilitas pajak tangguhan ini merupakan aspek penting yang mempengaruhi kebijakan akuntansi dan keuangan perusahaan, khususnya dalam mengelola kewajiban pajak dan imbalan kerja karyawan.

 

Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lainnya (OCI)

Dalam konteks PSAK 24, Other Comprehensive Income (OCI) pada laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lainnya memainkan peran penting dalam mengakomodasi pengakuan keuntungan atau kerugian aktuarial dan perubahan nilai aset program pensiun. Penggunaan OCI ini memastikan bahwa volatilitas dalam pengukuran kewajiban dan aset pensiun tidak langsung mempengaruhi laba atau rugi operasional perusahaan. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

Pengakuan Keuntungan/Kerugian Aktuarial
  • Keuntungan atau kerugian aktuarial muncul karena perbedaan antara asumsi aktuarial yang dipakai sebelumnya dan realitas yang terjadi, atau akibat perubahan dalam asumsi aktuarial itu sendiri.
  • Sesuai dengan PSAK 24, keuntungan atau kerugian aktuarial yang berkaitan dengan liabilitas imbalan pasca-kerja, seperti pensiun, diakui langsung dalam OCI.
  • Ini membantu menghindari distorsi dalam hasil operasional perusahaan yang disebabkan oleh volatilitas dalam pengukuran liabilitas pensiun.

 

Perubahan dalam Nilai Aset Program Pensiun
  • Perubahan nilai wajar aset yang terkait dengan program pensiun, seperti dana pensiun yang diinvestasikan, juga diakui dalam OCI.
  • Ini mencakup keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi pada aset tersebut.

 

Penyajian dalam Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lainnya

Laporan Laba Rugi: Beban pensiun yang diakui di sini meliputi komponen seperti biaya jasa kini, biaya bunga, dan dampak dari rencana kurtailmen atau penyelesaian, jika ada.

Penghasilan Komprehensif Lainnya (OCI):

  • Keuntungan atau kerugian aktuarial dan perubahan nilai aset program pensiun diakui di sini.
  • Jumlah yang diakui dalam OCI untuk periode tersebut akan menyesuaikan ekuitas dan tidak akan direklasifikasi ke laba rugi di periode berikutnya.

 

Contoh Kasus dalam Laporan Keuangan

Contoh: Pada akhir tahun 2023, PT. XYZ mengakui keuntungan aktuarial sebesar Rp50 juta karena perubahan asumsi aktuarial dalam program pensiunnya. Jumlah ini akan dicatat langsung dalam OCI dan tidak akan mempengaruhi laba atau rugi bersih tahun 2023.

Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menyajikan gambaran yang lebih stabil dan konsisten mengenai kinerja operasionalnya, dengan mengisolasi dampak volatilitas dari pengukuran pensiun dan aset terkait dari hasil operasional periode berjalan. Ini juga memastikan kepatuhan terhadap standar akuntansi yang relevan, sambil menyediakan informasi yang transparan kepada pemangku kepentingan tentang bagaimana perubahan dalam asumsi dan kondisi pasar mempengaruhi posisi keuangan perusahaan.

 

Laporan Arus kas (jika terjadi pembayaran imbalan kerja)

Dalam konteks PSAK 24 yang berkaitan dengan akuntansi imbalan kerja, pembayaran imbalan kerja seperti pesangon dan pencatatannya dalam laporan arus kas memang memerlukan penanganan khusus. Berikut adalah elaborasi lebih lanjut mengenai bagaimana pembayaran pesangon ini diintegrasikan ke dalam laporan arus kas, serta pengaruhnya pada neraca dan laporan laba rugi:

Kategori Arus Kas

Pembayaran pesangon biasanya diklasifikasikan sebagai arus kas operasional. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa imbalan pemutusan kerja merupakan bagian dari biaya operasional perusahaan, yang berkaitan langsung dengan aktivitas operasionalnya.

Pencatatan Arus Kas Keluar
  • Saat perusahaan melakukan pembayaran pesangon kepada karyawan, transaksi ini harus dicatat sebagai arus kas keluar dalam bagian aktivitas operasional dari laporan arus kas.
  • Pencatatan ini mencerminkan pengeluaran tunai yang nyata dari perusahaan untuk memenuhi kewajiban terkait pesangon.
Pengakuan Awal di Neraca dan Laporan Laba Rugi
  • Sebelum pembayaran dilakukan, liabilitas terkait pesangon diakui di neraca perusahaan pada saat timbulnya kewajiban untuk membayar pesangon tersebut.
  • Di sisi laporan laba rugi, beban terkait pesangon diakui pada periode di mana perusahaan secara hukum terikat atau secara substansial terikat untuk membayar imbalan pemutusan kerja tersebut.

 

Catatan Atas Laporan Keuangan

Dalam catatan atas laporan keuangan, perusahaan perlu menjelaskan kebijakan akuntansinya mengenai imbalan pemutusan kerja. Ini termasuk penjelasan tentang bagaimana dan kapan liabilitas dan beban diakui, serta dasar pengukurannya.

Contoh Kasus dalam Laporan Keuangan

Contoh: Misalkan, PT. XYZ membayar pesangon sebesar Rp200 juta kepada karyawan yang di-PHK pada tahun 2023. Transaksi ini akan dicatat sebagai arus kas keluar di bagian aktivitas operasional dalam laporan arus kas PT. XYZ untuk tahun tersebut.

Pencatatan pembayaran pesangon dalam laporan arus kas ini memungkinkan pemangku kepentingan untuk melihat gambaran yang jelas tentang bagaimana pembayaran imbalan kerja mempengaruhi aliran kas operasional perusahaan. Hal ini juga penting untuk menjaga transparansi dan akurasi dalam laporan keuangan, yang pada gilirannya memberikan informasi yang berguna untuk analisis keuangan dan pengambilan keputusan oleh investor, kreditor, dan pemangku kepentingan lainnya.

 

Contoh Pencatatan Transaksi Keuangan

Misalkan, PT XYZ memiliki program pensiun manfaat pasti untuk karyawannya. Di akhir tahun 2023, perusahaan memperbarui kalkulasi liabilitas pensiunnya berdasarkan laporan aktuaris, dan diketahui informasi-informasi sebagai berikut:

  • Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti/Liabilitas pensiun di awal tahun 2023: Rp1,5 miliar.
  • Biaya jasa kini tahun 2023: Rp100 juta.
  • Biaya bunga tahun 2023: Rp120 juta.
  • Kontribusi pensiun yang dibayar tahun 2023: Rp200 juta.
  • Keuntungan aktuarial karena perubahan asumsi pada tahun 2023: Rp50 juta.
  • Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti/Liabilitas pensiun di akhir tahun 2023: Rp1,47 miliar.

Berikut adalah contoh pencatatan transaksi keuangan pada jurnal akuntansi:

Mengakui Biaya Jasa Kini dan Biaya Bunga
TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Beban Pensiun100 Juta
Liabilitas Pensiun100 Juta
Biaya Jasa Kini untuk Pensiun
TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Beban Bunga Pensiun120 Juta
Liabilitas Pensiun120 Juta
Biaya Bunga Atas Liabilitas Pensiun
Mengakui Pembayaran Kontribusi Pensiun
TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Liabilitas Pensiun200 Juta
Kas200 Juta
Pembayaran Kontribusi Pensiun
Mengakui Keuntungan / Kerugian Aktuarial
TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Liabilitas Pensiun50 Juta
OCI50 Juta
Keuntungan Aktuarial pada Imbalan Pensiun

Misalkan, PT. XYZ mengakui liabilitas pensiun manfaat pasti untuk karyawannya sesuai dengan PSAK 24. Perbedaan timbul karena perlakuan akuntansi imbalan pensiun berbeda dari perlakuan pajak. Misalnya, untuk tujuan akuntansi, perusahaan mengakui beban pensiun berdasarkan prinsip akuntansi, sedangkan untuk tujuan pajak, imbalan pensiun hanya dapat dikurangkan pada saat pembayaran aktual dilakukan.

Diasumsikan:

  • Biaya pensiun untuk tujuan akuntansi tahun 2023: Rp300 juta.
  • Pembayaran imbalan pensiun yang diizinkan untuk tujuan pajak tahun 2023: Rp0 (karena pembayaran aktual belum dilakukan).
  • Tarif pajak perusahaan: 25%.
  • Liabilitas Pajak tangguhan: 25% x Rp300 juta = Rp75 juta.

 

Berikut adalah contoh pencatatan transaksi keuangan pada jurnal akuntansinya:

TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Beban Pensiun300 Juta
Liabilitas Pensiun300 Juta
Pengakuan Beban Pensiun
TanggalAkunRefDebitKredit
31/12/2023Beban Pajak tangguhan75 Juta
Liabilitas Pajak Tangguhan75 Juta
Pencatatan Liabilitas Pajak Tangguhan
Updated on January 26, 2024
Daftar Isi
Hubungi kami Sekarang