Peraturan Perundang-Undangan Imbalan Kerja (UU No. 13 Tahun 2003, UU No. 6 Tahun 2023)

Dalam era yang terus berkembang, regulasi ketenagakerjaan menjadi kunci dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan kesinambungan bisnis. Di Indonesia, dua undang-undang utama telah dikeluarkan untuk mengatur imbalan kerja, yakni UU No 13 Tahun 2003 dan UU No 6 Tahun 2023.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Tanggal Berlaku: 25 Maret 2003

UU ini memberikan landasan hukum untuk pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia, mencakup aspek penting seperti kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja, pelatihan, penempatan, penggunaan tenaga kerja asing, perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan karyawan. UU ini juga menetapkan standar untuk upah minimum dan aturan pembayaran upah, serta mengatur jam kerja dan pembayaran lembur.

Aturan yang Berlaku

PT Sejahtera Bersama adalah sebuah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Jawa Tengah, Indonesia. Perusahaan ini memiliki 200 karyawan yang terdiri dari pekerja pabrik, staf administrasi, dan manajer. Dengan berlakunya UU Nomor 13 Tahun 2003, PT Sejahtera Bersama harus mematuhi aturan-aturan berikut yang berkaitan dengan manfaat karyawan:

1. Upah yang Layak:

  • UU ini mengatur bahwa upah minimum di Jawa Tengah pada tahun 2023 adalah Rp 4.500.000 per bulan.
  • PT Sejahtera Bersama harus memastikan bahwa semua pekerjanya menerima upah setidaknya sebesar itu, memastikan kesejahteraan ekonomi mereka.

2. Imbalan Kerja dan Tunjangan:

  • PT Sejahtera Bersama memutuskan untuk memberikan imbalan kerja berupa asuransi kesehatan dan pensiun kepada semua karyawan.
  • Mereka juga memberikan tunjangan kesehatan tambahan sebesar Rp 500.000 per bulan bagi pekerja dengan keluarga.

3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja:

  • Perusahaan ini menginvestasikan dana untuk pelatihan keselamatan kerja dan memastikan bahwa semua pabriknya memenuhi standar keselamatan.
  • Pada tahun 2023, angka kecelakaan kerja di PT Sejahtera Bersama turun 20% dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan dampak positif dari upaya ini.

4. Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan:

  • PT Sejahtera Bersama memberikan pelatihan rutin kepada pekerjanya untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam manajemen produksi dan teknologi terbaru.
  • Hal ini membantu karyawan meningkatkan produktivitas dan mendapatkan kenaikan gaji berdasarkan kompetensi.

5. Hubungan Industrial dan Penyelesaian Sengketa:

  • Perusahaan ini memiliki kebijakan terbuka dalam menangani keluhan dan sengketa antara pekerja dan manajemen.
  • Ini telah membantu menghindari sengketa besar-besaran dan mempertahankan hubungan kerja yang baik.

Dalam studi kasus ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah menjadi landasan hukum bagi PT Sejahtera Bersama untuk memberikan manfaat karyawan yang adil dan layak. Hal ini melibatkan pemenuhan upah minimum, imbalan kerja, perlindungan keselamatan kerja, pelatihan, dan penyelesaian sengketa yang efektif. Sebagai hasilnya, perusahaan ini tidak hanya memenuhi persyaratan hukum, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan karyawan yang puas.

Contoh Studi Kasus

Seorang karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun di sebuah perusahaan manufaktur mengeluhkan gajinya yang  dipotong sebesar 30% dengan sepihak dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu oleh manajemen perusahaan dan tidak ada kejelasan mengenai pemotongan itu. Apabila karyawan tersebut ingin melakukan resign dari tempatnya bekerja, pertanyaannya :

1. Apakah karyawan tersebut berhak meminta uang yang dipotong sebesar 30% itu, karena itu adalah hak karyawan tersebut?

2. Apakah karyawan tersebut berhak meminta pesangon sesuai peraturan dari Disnaker sesuai masa kerja?

3. Apabila perusahaan menolak memberikan ke dua item di atas apa yang harus karyawan tersebut lakukan?

Pembahasan

  1. Pekerja memiliki hak untuk menerima upah dari Pengusaha atas suatu pekerjaannya, sebagaimana diatur dalam Pasal langka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya akan disebut UU Naker), yang menyatakan:

”Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan…”

Secara hukum, apabila pekerja tidak bekerja, maka upah tidak dibayar (lihat Pasal 93 ayat [1] UU Naker). Sedangkan, pemotongan upah mengenai denda atas pelanggaran yang dilakukan pekerja dapat dilakukan apabila hal tersebut diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau perjanjian perusahaan (lihat Pasal 20 ayat [1] PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yang selanjutnya akan disebut PP No. 8 Tahun 1981).

Pemotongan upah pekerja karena suatu pembayaran terhadap negara atas iuran keanggotaan/peserta untuk suatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial dan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, maka secara hukum pemotongan tersebut merupakan kewajiban dari pekerja (lihat Pasal 22 ayat [2] PP No. 8 Tahun 1981).

Perusahaan dapat meminta pekerja mengganti rugi dengan melakukan pemotongan upah, apabila terdapat kerusakan barang atau kerugian lain yang dimiliki atau asset perusahaan maupun pihak ketiga yang dikarenakan kesengajaan atau kelalaian pekerja, sebagaimana diatur dalamPasal 23 ayat (1) PP No. 8 Tahun 1981 yang menyatakan:

”(1) Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian…”

Selanjutnya, besarnya pemotongan upah atas kerugian yang diderita oleh perusahaan yang disebabkan karena kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja tidak boleh melebihi 50% dari besarnya upah pekerja, (lihat Pasal 23 ayat [2] Jo. Pasal 24 ayat [1] Jo. ayat [2] PP No. 8 Tahun 1981).

Dengan demikian, apabila pemotongan upah yang dilakukan oleh perusahaan tersebut bukan karena kewajiban yang ditentukan oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bukan juga karena karyawan tersebut selaku pekerja melakukan kesalahan atau pelanggaran yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, maka pemotongan upah sebesar 30% seperti yang karyawan tersebut alami secara hukum merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum ketenagakerjaan.

Terhadap permasalahan karyawan tersebut, maka patut diduga telah terjadi perselisihan hak antara karyawan tersebut selaku pekerja dengan Perusahaan selaku Pengusaha, karena tidak terpenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja atau peraturan perusahaan (lihat Pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang selanjutnya akan disebut UUPPHI).

Mengenai permasalahan tersebut, karyawan tersebut dapat mengadukan atau mencatatkan Perselisihan Hak mengenai pemotongan upah yang dilakukan perusahaan sebesar 30% tersebut ke Disnakertrans Provinsi/Kota setempat dengan tujuan membatalkan pemotongan upah (lihat Pasal 22 ayat [4] PP No. 8 Tahun 1981) yang dilakukan perusahaan dan meminta agar perusahaan mengembalikan upah yang telah dipotong tersebut.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

Tanggal Berlaku: 31 Maret 2023

UU ini merevisi dan memperbarui beberapa ketentuan dari UU sebelumnya, termasuk pengaturan mengenai upah, pekerja alih daya, dan perlindungan pekerja. UU ini bertujuan untuk menciptakan ketentuan yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika pasar kerja modern.

Pada tahun 2020, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja yang kontroversial dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi. Namun, perubahan besar dalam regulasi ketenagakerjaan ini memunculkan kekhawatiran tentang hak dan kesejahteraan pekerja. Sebagai respons terhadap kontroversi tersebut, pada tahun 2023, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Contoh Studi Kasus

Sebelum diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2023, PT Maju Sejahtera memberikan sejumlah imbalan kerja kepada karyawannya, termasuk asuransi kesehatan dan program pensiun. Perusahaan ini juga mematuhi upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah dan memberikan bonus tahunan kepada karyawan yang berprestasi.

  1. Fleksibilitas Tenaga Kerja: Dengan adopsi UU ini, PT Maju Sejahtera mulai mengkaji kembali kontrak kerja mereka. Beberapa karyawan mungkin akan ditawari kontrak yang lebih fleksibel, yang dapat memengaruhi manfaat karyawan, seperti imbalan kesehatan dan pensiun.
  2. Peningkatan Investasi: PT Maju Sejahtera berharap bahwa perubahan dalam regulasi ini akan mendukung pertumbuhan bisnis mereka, yang pada akhirnya dapat membuka peluang pekerjaan baru. Namun, perusahaan juga harus memperhatikan dampak investasi pada imbalan kerja yang mereka tawarkan kepada karyawan saat ini.
  3. Perlindungan Hak Pekerja: Meskipun UU Nomor 6 Tahun 2023 mengatur perlindungan hak pekerja, perusahaan harus memastikan bahwa hak-hak ini tetap dihormati dan terlaksana dengan baik. Ini mencakup pemenuhan upah minimum yang baru ditetapkan dan perlindungan terhadap pekerja migran yang bekerja di perusahaan.
  4. Penyelesaian Sengketa: UU tersebut juga berdampak pada prosedur penyelesaian sengketa. PT Maju Sejahtera harus memastikan bahwa proses penyelesaian sengketa yang lebih efisien tidak mengorbankan hak dan manfaat karyawan mereka.

Tantangan dan Kesempatan

Dalam menghadapi perubahan regulasi ini, PT Maju Sejahtera harus menjalankan keseimbangan yang tepat antara menjaga daya saing perusahaan dan memastikan kesejahteraan karyawan mereka. Dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin harus merevisi kebijakan imbalan kerja mereka untuk mencerminkan perubahan dalam hukum ketenagakerjaan.

Namun, perubahan ini juga dapat membuka kesempatan bagi PT Maju Sejahtera untuk lebih fokus pada pelatihan dan pengembangan keterampilan karyawan mereka, yang juga merupakan bentuk imbalan kerja yang berharga. Dengan demikian, perusahaan dapat memastikan bahwa karyawan mereka memiliki keterampilan yang relevan dalam lingkungan kerja yang berubah.

Dalam rangka memahami dampak UU Nomor 6 Tahun 2023, perusahaan seperti PT Maju Sejahtera harus terus memantau dan mengevaluasi perubahan dalam manfaat karyawan mereka. Hal ini akan memastikan bahwa kebijakan imbalan kerja tetap relevan dan adil dalam menghadapi perubahan dalam regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.

 

Dampak dan Aplikasi dalam Imbalan Kerja

Peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, terutama UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 6 Tahun 2023, memberikan kerangka hukum yang komprehensif untuk pengaturan imbalan kerja. Berikut adalah beberapa aspek penting dari kedua undang-undang tersebut:

AspekUU No. 13 Tahun 2003UU No. 6 Tahun 2023
Upah dan KompensasiMenetapkan standar upah minimum dan aturan pembayaran upahMemperbaiki ketentuan pengupahan, termasuk upah berdasarkan waktu atau hasil
Perjanjian Kerja Waktu TertentuTidak spesifik mengenai kompensasi untuk PKWT yang berakhirMengatur kompensasi bagi PKWT yang berakhir
Pekerja Alih Daya (Outsourcing)Kurang spesifik dalam mengatur mekanisme outsourcingMenetapkan aturan lebih jelas untuk outsourcing, termasuk izin dan badan hukum perusahaan outsourcing
Perlindungan PekerjaMengatur asuransi kesehatan, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang amanMungkin memperkenalkan perbaikan atau penyesuaian pada perlindungan pekerja
Kepatuhan dan SanksiMenyediakan kerangka hukum untuk kepatuhan dan sanksi terkait imbalan kerjaMemperkuat kepatuhan dan sanksi untuk memastikan perlakuan adil bagi karyawan
Pesangon dan Kompensasi-Menetapkan ketentuan tentang uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak

 

Uang Pesangon, Uang Penghargaan dan Uang Penggantian Hak

Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak adalah tiga jenis kompensasi yang berbeda yang diberikan kepada karyawan dalam konteks pemutusan hubungan kerja:

  1. Uang Pesangon: Ini adalah bentuk kompensasi yang diberikan kepada karyawan ketika mereka dipecat atau hubungan kerja mereka diakhiri. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung karyawan selama mereka mencari pekerjaan baru. Jumlah uang pesangon yang diberikan biasanya bergantung pada beberapa faktor, seperti lama waktu karyawan tersebut bekerja di perusahaan dan alasan di balik pemutusan hubungan kerja mereka. Hal ini diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang bisa berbeda tergantung pada negara atau wilayah.
  2. Uang Penghargaan Masa Kerja: Jenis kompensasi ini diberikan sebagai pengakuan atas waktu dan dedikasi yang telah diberikan oleh karyawan selama bekerja di perusahaan. Ini adalah cara untuk menghargai kontribusi dan loyalitas mereka selama masa kerja. Besarnya uang penghargaan masa kerja juga dihitung berdasarkan durasi masa kerja karyawan di perusahaan, serupa dengan uang pesangon, namun fokusnya lebih pada pengakuan atas masa kerja daripada kompensasi atas kehilangan pekerjaan.
  3. Uang Penggantian Hak: Kompensasi ini spesifik untuk mengganti hak-hak karyawan yang belum terpenuhi pada saat hubungan kerja berakhir. Ini mungkin termasuk hak-hak seperti cuti tahunan yang belum diambil, biaya transportasi atau akomodasi yang belum dibayar, atau manfaat lain yang seharusnya diterima oleh karyawan selama masa kerjanya. Uang penggantian hak ini bertujuan untuk memastikan bahwa karyawan tidak kehilangan manfaat atau hak yang sudah mereka peroleh selama bekerja.

 

Berikut adalah besaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang harus dikeluarkan perusahaan jika terjadi pemutusan hubungan kerja sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja

Tidak ada perbedaan besaran Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yaitu sebesar:

Masa Kerja (Tahun)Uang PesangonUang Penghargaan Masa Kerja
MK < 110
1 ≤ MK < 220
2 ≤ MK < 330
3 ≤ MK < 442
4 ≤ MK < 552
5 ≤ MK < 662
6 ≤ MK < 773
7 ≤ MK < 883
8 ≤ MK < 993
9 ≤ MK < 1294
12 ≤ MK < 1595
15 ≤ MK < 1896
18 ≤ MK < 2197
21 ≤ MK < 2498
MK ≥ 24910

Uang Penggantian Hak

Berikut adalah perbandingan besaran Uang Penggantian Hak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku:

UU Nomor 13 Tahun 2003UU Nomor 6 Tahun 2023
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada pasal 156 ayat (1) meliputi:Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada pasal 156 ayat (1) meliputi:
cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat Pekerja/ Buruh diterima bekerja;biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat Pekerja/ Buruh diterima bekerja;
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Updated on January 29, 2024
Hubungi kami Sekarang
💬 Tanyakan valuasi aktuaria di sini!