PSAK 24 merupakan standar akuntansi keuangan yang membahas tentang imbalan kerja yang diberikan kepada karyawan, baik berupa uang maupun manfaat non-uang. Imbalan kerja ini melibatkan sejumlah hak ekonomi sebagai bagian dari paket remunerasi, seperti pensiun, manfaat pasca-kerja, dan keuntungan jangka panjang lainnya.
PSAK 24 memberikan panduan yang komprehensif bagi entitas bisnis dalam menyusun laporan keuangan mereka. Dengan mematuhi standar ini, perusahaan dapat menyajikan informasi yang akurat dan transparan terkait dengan komitmen finansial mereka terhadap karyawan. Pemahaman yang baik terhadap PSAK 24 membantu perusahaan mengelola imbalan kerja dengan tepat dan mematuhi standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Namun, seiring dengan perkembangan bisnis global, regulasi standar internasional, atau kebutuhan pemangku kepentingan, perubahan nomenklatur sering kali dibutuhkan, seperti halnya dalam konteks peralihan PSAK 24 ke PSAK 219. Dengan memperbarui nomenklatur, diharapkan standar akuntansi tetap relevan dan akuntabel dalam menghadapi dinamika dunia bisnis dan keuangan.
Tentang PSAK 24 dan PSAK 219
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, PSAK 24 adalah standar akuntansi keuangan di Indonesia yang mengatur tentang imbalan kerja karyawan atas jasa mereka selama masa kerja. Ini mencakup imbalan seperti gaji, tunjangan, cuti, imbalan pasca-kerja, serta manfaat kesejahteraan lainnya.
Standar ini memberikan pedoman terkait pencatatan, pengukuran, dan pengungkapan imbalan kerja, termasuk kewajiban yang harus diakui oleh perusahaan. PSAK 24 dapat membantu perusahaan mengungkapkan imbalan kerja sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, dan sesuai dengan UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Namun, seiring dengan perkembangan International Financial Reporting Standards (IFRS) atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai Standar Pelaporan Keuangan Internasional, nomenklatur PSAK 24 telah diubah menjadi PSAK 219. Adapun perubahan nomenklatur ini akan berlaku secara efektif per 1 Januari 2025.
Perbedaan Utama antara PSAK 24 dan PSAK 219
Selama ini, PSAK 24 telah menjadi acuan dalam mengatur imbalan kerja karyawan. Standar akuntansi ini telah menyediakan kerangka kerja untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian liabilitas serta biaya terkait manfaat karyawan dalam laporan keuangan perusahaan. Meskipun demikian, seiring dengan diterbitkannya PSAK 219, ada beberapa perubahan krusial yang harus diketahui khususnya oleh para praktisi di bidang akuntansi dan keuangan. Berikut beberapa perbedaan di antara keduanya;
1. Pengakuan dan Pengukuran Liabilitas Manfaat Karyawan
PSAK 219 hadir sebagai standar akuntansi dengan metode baru dalam mengukur liabilitas manfaat karyawan, termasuk pasca kerja. Standar ini menekankan pada penerapan asumsi ekonomi dan demografi secara lebih realistis untuk mengestimasi nilai kini (present value) dari liabilitas imbalan kerja.
2. Pengungkapan dan Transparansi
Dalam PSAK 219, persyaratan pengungkapan diperluas, yakni mengharuskan perusahaan untuk memberikan rincian lebih lengkap mengenai karakteristik program manfaat karyawan, asumsi dalam penilaian liabilitas, dan risiko dari program tersebut. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang lebih komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai konsekuensi finansial dari manfaat karyawan bagi perusahaan.
3. Manajemen Risiko
PSAK 219 juga menyoroti pentingnya manajemen risiko yang lebih komprehensif dalam program manfaat karyawan. Perusahaan diharapkan agar lebih proaktif dalam mengenali, mengukur, dan mengelola risiko, yang mencakup risiko operasional, pasar, dan kredit.
Dampak Perubahan Nomenklatur bagi Perusahaan
Transisi PSAK 24 ke PSAK 219 tentu berdampak signifikan pada cara perusahaan menyajikan dan mengelola imbalan kerja karyawan. Dari aspek laporan keuangan, perubahan liabilitas dan biaya manfaat karyawan akan berpengaruh pada posisi keuangan dan hasil operasional. Tak hanya itu, perusahaan juga dituntut untuk lebih transparan dalam menyampaikan informasi tentang imbalan kerja karyawan guna meningkatkan kepercayaan investor dan stakeholder lainnya.
Dari aspek manajemen, standar ini akan mendorong perusahaan untuk menggunakan pendekatan yang lebih strategis dalam pengelolaan program imbalan kerja. Pemahaman terhadap manajemen risiko juga dapat membantu entitas mengoptimalkan biaya manfaat serta mengurangi fluktuasi dalam laporan keuangan.
Intinya, transformasi ini tidak hanya memengaruhi tata cara penyajian imbalan kerja di laporan keuangan, melainkan juga cara mengelola risiko dan biaya terkait.
No comment